UNESCO mencatat indeks minat baca masyarakat Indoesia hanya diangka 0,001% dari 1,000 orang Indonesia, yang artinya hanya ada 1 orang yang rajin membaca per 1,000 orang Indonesia. Hal ini patut dikhawatirkan, karena sebagian besar proses pendidikan terletak pada kemampuan dan kesadaran seseorang terhadap pentingnya literasi. Seiring berjalannya waktu literasi bukan hanya sekedar membaca dan menulis pada sebuah buku melainkan kegiatan ini menekankan adanya keterampilan berpikir dalam mencari dan mengolah sumber-sumber ilmu baik dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap.
Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomer 3 Tahun 2019 tentang Sistem Pembukuan, literasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Definisi meningkatkan kualitas hidup dalam hal literasi adalah seseorang dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu literasi dianggap penting karena dapat memperluas pengetahuan, dengan literasi seseorang dapat dengan mudah mengkases informasi dari berbagai sumber baik buku, artikel, internet, dan sebagainya. Hal ini juga yang dapat mendorong kekreativitasan dan inovasi, dari berbagai ide-ide baru yang dapat dikembangkan.
Sedangkan, menurut Random House Dictionary of the English Language, perpustakaan merupakan tempat berupa ruangan atau gedung yang berisi buku-buku dan bahan-bahan lain untuk bacaan, studi maupun rujukan. Menurut Zuliarso & Februariyanti (2013), keberadaan perpustakaan sangat diperlukan agar semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk belajar tanpa batasan umur dan status sosial. Perpustakaan diharapkan menjadi pusat kegiatan pengembangan minat baca dan kebiasaan membaca. Perpustakaan mempunyai tanggung jawab besar terhadap peningkatan dan pengembangan minat dan kegemaran membaca Oleh karena itu, perpustakaan perguruan tinggi lebih dari sekedar tempat untuk menyimpan buku dan jurnal tetapi perpustakaan juga sebagai pusat strategis yang membentuk dan medukung mahasiswa dalam hal keterampilan literasi yang dibutuhkan oleh mahasiswa dalam dunia pendidikan.
Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 (Umar Mansyur), Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke 60- dari 61 negara soal minat membaca di bawah Thailand (59) dan diatas Bostwana (61). Ini menjadi tanda bahwa rendahnya literasi juga terjadi dikalangan mahasiswa, maka dari itu lingkungan perguruan tinggi juga turut berperan dalam meningkatkan minat literasi. Ada beberapa faktor yang memperngaruhi minatbaca yang berasal dari dalam yaitu faktor internal seperti meluangkan waktu untuk kegiatan literasi dan memilih bacaan yang tepat, maupun dari luar seseorang yaitu faktor eksternal seperti lingkungan.
Maka dari itu perpustakaan dapat menjadi sarana prasarana yang mendukung mahasiswa dalam meningkatkan literasi di perguruan tinggi. Namun, faktanya membangun dan memperkuat sebuah budaya literasi di perguruan tinggi bukan hal yang mudah. Terdapat beberapa faktor yang menghambat meningkatnya minat literasi di kalangan mahasiswa, seperti :
1. Penyalahgunaan teknologi
Perkembangan teknologi telah mengubah cara kita dalam berkomunikasi, bekerja dan mendapatkan informasi di kehidupan sehari-hari dan fenomena global tersebut tidak dapat terelakkan, selain terdapat dampak positif adanya penggunaan teknologi seperti akses informasi yang lebih mudah dan konektivitas yang lebih baik terdapat dampak negative yang menjadi faktor rendahnya minat baca seperti ketergantungan dengan teknologi yang dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah secara mandiri.
2. Kurangnya motivasi
Motivasi adalah dorongan internal atau eksternal yang menggerakkan seseorang untuk bertindak atau mencapai tujuan tertentu. Hal inilah yang menjadi kekuatan seseorang dalam melakukan sesuatu, termasuk motivasi untuk meningkatkan literasi. Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya motivasi literasi yaitu karena kurangnya relevansi antara materi bacaan dengan minat dan kebutuhan seseorang, serta anggapan bahwa literasi merupakan kegiatan yang membosankan.
3. Kurangnya fasilitas perpustakaan
Fasilitas perpustakaan merupakan segala sesuatu yang disediakan oleh sebuah perpustakaan untuk mendukung kegiatan membaca, belajar dan penelitian. Tujuan adanya fasilitas perpustakaan adalah untuk memberikan akses kepada pengguna dalam mencari, memperoleh dan memanfaatkan informasi yang dibutuhkan. Maka dari itu, kurangnya fasilitas perpustakaan dapat menghambat peningkatan minat baca seseorang.
4. Keterbatasan koleksi perpustakaan
Keterbatasan koleksi di perpustakaan dapat menimbulkan dampak negatif dalam mencapai tujuan budaya literasi yang diselenggarakan oleh perpustakaan seperti adanya hambatan dalam melaksanakaan proses pembelajaran dan penelitian yang disebabkan karena sulitnya menemukan sumber referensi, dan menyebabkan ketidakpuasan pengguna perpustakaan yang mempengaruhi penurunan minat baca di perpustakaan tersebut.
5. Keterbatasan anggaran dan Sumber daya Manusia
Keterbatasan anggaran yang dialami oleh sebuah perpustakaan berdampak signifikan pada pustakawan dan kemampuan sebuah perpustakaan dalam menyediakan layanan bagi penggunanya. Hal ini dikarenakan keterbatasan anggaran mempengaruhi kemampuan untuk berinvestasi dalam pengembangan dan pelatihan bagi pustakawan, anggaran yang terbatas dapat membatasi kesempatan pustakawan untuk menghadiri program pelatihan yang akan menyebabkan kurangnya pengetahuan dalam melayani pengguna perpustakaan secara efektif di era digital. Selain itu, keterbatasan anggaran dapat berdampak pada program-program yang akan dijalankan, seringkali program tersebut dihilangkan atau tetap dijalankan tetapi kurang maksimal.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan budaya literasi di perpustakaan perguruan tinggi :
1. Perpustakaan atau perguruan tinggi dapat kolaborasi antar fakultas dengan perpustakaan untuk mengadakan program pelatihan, seminar maupun workshop tentang keterampilan literasi di kalangan mahasiswa. Dan juga bisa mengadakan kunjungan rutin ke perpustakaan guna memaksimalkan pemanfaatan perpustakaan.
2. Menciptakan lingkungan yang ramah buku.
Untuk meningkatkan budaya literasi, perguruan tinggi harus menciptakan lingkungan yang ramah akan buku (Umar Mansyur). Karena pada dasarnya minat baca akan tumbuh jika didukung oleh faktor lingkungan yang memadai. Dari lingkungan yang ramah buku ini diharapkan mahasiswa dapat termotivasi dengan meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan literasi, dan menganggap literasi adalah kegiatan yang menyenangkan. Dengan mengadakan kegiatan literasi terencana diharapkan dapat mendukung dan meningkatkan kegemaran literasi di kalangan mahasiswa.
3. Perpustakaan sebagai penyedia fasilitas.
Moenir (2001: 119) menyatakan bahwa “fasilitas adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan pelayanan yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam melaksanakan pekerjaan, dan juga sosial dalam rangka kepentingan orangorang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja itu atau segala sesuatu yang digunakan, dipakai, ditempati, dan dinikmati oleh orang pengguna.” Fasilitas di perpustakaan yang membantu proses dan kegiatan di perpustakaan akan membawa manfaat jika berfungsi secara optimal. Karena itu, fasilitas perpustakaan harus dibuat sedemikian rupa untuk membantu memudahkan pengguna perpustakaan untuk mendapatkan kenyamanan maksimal. Fungsi fasilitas perpustakaan adalah untuk mendukung layanan yang disediakan oleh perpustakaan sekolah. Dengan adanya fasilitas perpustakan yang memuaskan maka akan tercipta kepuasan pemustaka dalam melakukan kegiatan yang mendukung peningkatan literasi.
4. Memaksimalkan ketersediaan koleksi
Menurut Yulia dan Sujana (2009: 1,5) ketersediaan koleksi adalah kesiapan bahan pustaka yang telah dikumpulkan, diolah, dan disimpan untuk kemudian dilayankan dan disebarluaskan informasinya kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan informasi mereka. Maka dari itu sebuah perpustakaan perguruan tinggi hendaknya memiliki ketersediaan koleksi yang di sesuaikan dengan kebutuhan dan kuriklum yang berlaku dalam perguruan toinggi sehingga dapat didayagunakan secara maksimal oleh sivitas akademik. Seperti yang tercantuk di dalam UU No. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan pasal 24 ayat 2 yang menyebutkan bahwa perpustakaan memiliki koleksi, baik dalam jumlah judul dan eksemplarnya yang mencukupi untuk pelaksanaan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan memiliki koleksi yang memadai, perpustakaan dapat melaksanakan tugasnya secara maksimal. Upaya yang dapat dilakukan untuk memasimalkan ketersediaan yaitu dengan memiliki anggaran yang cukup dan mengalokasikan anggaran tersebut sesuai dengan kebutuhan koleksi. Melakukan kerjasama dengan perpustakaan lain untuk melakukan pertukaran koleksi, selain itu pustakawan juga rutin melakukan evaluasi berkala untuk mengetahui bahan koleksi yang relevan dan bahan koleksi yang sudah jarang digunakan.
5. Perpustakaan sebagai penyedia layanan
Selain perpustakaan sebagai penyedia fasilitas, perpustakaan juga sebagai penyedia layanan yang akan menjadi tolak ukur kepuasan pemustaka dalam mendapatkan jasa dari pustakawan.
6. Optimalisasi Tenaga Pustakawan
Sebuah perpustakaan seringkali kekurangan tenaga pustakawan baik dikarenakan keterbatasan anggaran maupun keterbatasan pengetahuan seorang pustakawan itu sendiri, maka dari itu upaya yang dapat dilakukan perpustakaan yaitu dengan pembagian tugas yang jelas dan spesifik sesuai dengan kemampuan atau kompetensi yang dimiliki pustakawan. Untuk meningkatkan keterbatasan pengetahuan pustakwan, perpustakaan dapat menyelenggarakan pelatihan rutin untuk meningkatkan kompetensi seorang pustakawan dalam berbagai bidang.
Dari pembahasan artikel ini dapat disimpulkan bahwa perpustakaan tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku dan bahan Pustaka lainnya, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran dan pelatihan agar dapat menguatkan budaya literasi khususnya pada perpustakaan perguruan tinggi agar dapat memberikan peluang untuk menciptakan mahasiswa yang memiliki keterampilan di dunia akademik dan juga siap menghadapi tantangan informasi di masa yang akan datang. Untuk menumbuhkan budaya literasi di kalangan mahasiswa dilakukan dengan melakukan kolaborasi antar fakultas dengan perpustakaan untuk mengadakan pelatihan, seminar, dan workshop tentang keterampilan literasi di kalangan mahasiswa. Selain itu, perpustakaan perguruan tinggi dapat menciptakan lingkungan ramah literasi agar terbiasa melakukan budaya literasi. (Ainun Nabila)
REFERENSI
Nawawi dan Puspitowati.(2015).Pengaruh Kualitas Pelayanan dan fasilitas Perpustakaan: Sebagai Prediktor Terhadap Kepuasan Civita Akademika Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara di Jakarta.
Nizzatur Ro’fatin Nisa, dkk. Ketersediaan Koleksi Buku Ilmu Perpustakaan dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Mahasiswa Prodi DIII. Perpustakaan dan Informasi di Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
Umar mansyur.(2019).Gempusta upaya Meningkatkan Minat Baca1 universitas muslim Indonesia.
Umar Mansyur (2020). Minat Baca Mahasiswa: Potret Pengembangan Budaya Literasi Di Universitas Muslim Indonesia.